
1: Ketakutan yang Salah Alamat
Kita menyambut smart phone dengan suka cita. Kita memuji smart computer dan berlomba-lomba memiliki smart home. Namun, saat gagasan itu bergeser ke smart human—manusia dengan ‘cangkokan’ organ AI—seketika muncul keraguan dan ketakutan. Pertanyaannya, seperti yang diajukan seorang rekan, sebenarnya bukanlah tentang “apakah kita siap?”. Sejarah sudah membuktikan dengan jelas bahwa manusia pada dasarnya tak mampu menolak kemajuan. Pertanyaan yang lebih tepat adalah: “Mengapa kita harus takut pada sesuatu yang merupakan kelanjutan alami dari apa yang telah kita lakukan selama ribuan tahun?”
2: Tujuan Dasar Teknologi: Menambal Kelemahan Manusia
Untuk memahami ini, kita harus jujur pada tujuan dasar dari semua teknologi, sejak dari kapak batu pertama hingga model AI tercanggih. Tujuan dasar teknologi adalah demi manusia. Ia diciptakan sebagai solusi, sebagai ‘tambalan’ untuk menutupi kelemahan dan keterbatasan biologis kita. Manusia, seperti yang telah kita diskusikan, adalah makhluk yang rapuh secara fisik. Teknologi adalah ‘cakar’, ‘taring’, dan ‘sayap’ buatan kita. Ia adalah manifestasi dari akal kita yang menolak untuk menyerah pada batasan fisik.
3: ‘Cangkokan’ Pertama: Kuda, Baju Hangat, dan Cangkul
Konsep ‘mencangkokkan’ teknologi pada diri kita bukanlah hal baru. Kita telah melakukannya sejak lama, hanya saja dalam bentuk yang lebih ‘primitif’.
- Kuda Tunggangan: Saat manusia kalah cepat dari buruannya atau merasa lelah berjalan jauh, kita tidak menunggu evolusi untuk memberi kita kaki yang lebih kuat. Kita ‘mencangkokkan’ diri kita di atas kuda. Kuda menjadi ekstensi, sebuah ‘organ’ kecepatan dan daya angkut eksternal.
- Pakaian Tebal: Saat kita memasuki lingkungan dingin, kita tidak pasrah membeku. Kita ‘mencangkokkan’ kulit binatang sebagai lapisan kulit kedua yang lebih tebal dan hangat.
- Pertanian: Saat gaya hidup berburu dan berpindah-pindah tidak lagi efisien, kita ‘mencangkokkan’ proses pencarian makanan pada sebidang tanah. Ladang dan kebun menjadi ‘perut’ eksternal bagi komunitas kita, yang menjamin pasokan makanan yang lebih stabil.
Semua ini adalah teknologi. Semua ini adalah bentuk augmentasi atau ‘pencangkokan’ kapabilitas untuk mengatasi kelemahan kita.
4: Dari ‘Smart Phone’ ke ‘Smart Human’: Sebuah Garis Lurus yang Logis
Sekarang, mari kita lihat smart phone yang ada di genggaman kita. Benda ini sudah berfungsi sebagai ‘otak eksternal’. Ia menyimpan ingatan kita (foto, video, catatan), menavigasi dunia untuk kita (peta), dan memungkinkan kita berkomunikasi melintasi benua dalam sekejap. Kita sudah menjadi siborg (cyborg) dalam arti fungsional; hanya saja implan kita belum masuk ke dalam tubuh.
Maka, gagasan tentang smart human dengan ‘cangkokan organ AI’—mungkin sebuah co-processor di otak untuk mempercepat kalkulasi, atau mata buatan yang bisa melihat dalam spektrum inframerah—sebenarnya bukanlah sebuah lompatan radikal. Ia hanyalah langkah berikutnya dalam proses memendekkan jarak antara kita dan alat kita. Dari menunggangi kuda, menjadi mengendarai mobil, menjadi membawa GPS di saku, menjadi memiliki arah langsung di dalam pikiran kita. Ini adalah sebuah garis lurus menuju efisiensi yang lebih tinggi. Argumen transhumanisme sering kali berakar pada logika ini.
5: Jadi… Apa Kesimpulannya?
Kembali ke pertanyaan di awal. Jadi… apa artinya semua ini?
- Jadi… smart human bukanlah pengkhianatan terhadap kemanusiaan. Ia justru merupakan ekspresi paling puncak dari sifat dasar kita: terus-menerus mengatasi batasan biologis melalui kecerdasan dan alat yang kita ciptakan.
- Jadi… ketakutan yang kita rasakan bukanlah pada teknologinya, melainkan pada kecepatan perubahannya dan pertanyaan-pertanyaan filosofis baru tentang identitas yang dibawanya. Siapakah ‘aku’ jika sebagian pikiranku adalah silikon?
- Jadi… sama seperti nenek moyang kita yang harus belajar menjadi penggembala dan petani setelah ribuan tahun menjadi pemburu, tugas generasi kita adalah belajar menjadi ‘penggembala’ yang bijaksana bagi kapabilitas AI yang kita ‘cangkokkan’ pada diri kita dan peradaban kita. Adaptasi adalah satu-satunya konstanta. Sebagaimana yang dibahas dalam banyak studi tentang “The Second Machine Age”, kita berada di titik belok sejarah. Sejarah peradaban manusia adalah sejarah teknologi. Manusia dan alatnya. Teori siborg. Masa depan evolusi manusia. Filosofi di balik augmentasi. Manusia 2.0. Etika sibernetik.
-(E)-