YouTube Menolak, Facebook Bertindak: Membandingkan Kebijakan Monetisasi dan Rasa Manis Dolar di 2025

twitter facebook together exchange of information 147413

Seorang kreator, menuangkan jiwa ke dalam video yang kamu buat, berharap setiap detiknya berubah menjadi dolar. Tapi, di antara YouTube yang ketat seperti hakim pengadilan dan Facebook yang konon lebih santai, platform mana yang benar-benar memanjakan dompetmu? Kebijakan monetisasi YouTube. Di tahun 2025, rumor beredar bahwa kebijakan monetisasi Facebook lebih longgar dibandingkan YouTube yang super ketat. Tapi, benarkah “dolar” dari kedua platform ini terasa sama manis? Mari kita selami perbandingan kebijakan, pembayaran, viewer, subscriber, dan esensi penghasilan di YouTube dan Facebook, dengan sedikit bumbu emosi untuk membuatmu merenung: apakah ini soal uang, atau tentang kisah yang kamu ceritakan? Masa depan kreator.

Kebijakan Monetisasi: YouTube Ketat, Facebook Santai?

YouTube: Hakim yang Tak Kenal Kompromi
YouTube, melalui YouTube Partner Program (YPP), menegakkan aturan bak benteng besi. Pedoman YPP. Untuk bergabung, kamu perlu:

  • 1.000 subscriber dan 4.000 jam tonton publik dalam 12 bulan terakhir untuk iklan, atau 10 juta penayangan Shorts dalam 90 hari untuk monetisasi Shorts. Monetisasi Shorts.
  • Mematuhi Pedoman Komunitas, Persyaratan Layanan, dan Pedoman Konten Ramah Pengiklan. Konten dengan kekerasan, bahasa kasar, atau tema sensitif (misalnya, kesehatan mental tanpa konteks tepat) bisa langsung didemonetisasi. Konten ramah pengiklan.
  • Update 15 Juli 2025: YouTube kini menargetkan “konten tidak autentik” (AI-generated yang berulang atau rendah usaha), membuat kanal berbasis AI harus ekstra hati-hati. AI slop.

Peninjauan manual dan otomatis ketat, dengan risiko demonetisasi jika konten dianggap “tidak orisinal.” Konten repetitif. Tapi, ini juga berarti YouTube menghargai kreativitas manusiawi—konten dengan “human spark” lebih mudah lolos. Human spark.

Facebook: Teman yang Lebih Santai?
Facebook, dengan Facebook Content Monetization (termasuk ProMode beta sejak 2024), terasa lebih fleksibel. Monetisasi FB Pro. Syaratnya:

  • 500 pengikut selama 30 hari dan 60.000 menit tonton dalam 60 hari untuk iklan in-stream, atau 600.000 menit tonton (dengan 60.000 dari live) untuk monetisasi live. Iklan in-stream.
  • Mematuhi Kebijakan Monetisasi Mitra dan Standar Komunitas, yang melarang ujaran kebencian, kekerasan, atau konten seksual, tapi cenderung lebih toleran terhadap konten non-video (teks, foto, Stories). Standar Komunitas Facebook.
  • Facebook Stories kini bisa dimonetisasi (sejak Maret 2025), memberi peluang lebih luas untuk konten pendek..

Rumor bahwa Facebook “lebih santai” ada benarnya—persyaratan pengikut dan tonton lebih rendah, dan variasi konten (Reels, Stories, teks) lebih fleksibel dibandingkan YouTube yang fokus pada video. Konten FB vs YouTube. Namun, Facebook juga memantau “keaslian” konten, dan pelanggaran seperti clickbait bisa mencabut kelayakan monetisasi. Etika AI.

Emosi di Baliknya: YouTube seperti guru disiplin yang menuntut kesempurnaan, sementara Facebook seperti sahabat yang memaafkan kesalahan kecil—asalkan kamu tidak kelewatan. Kreativitas vs AI.

Pembayaran: Manisnya Dolar YouTube vs. Facebook

YouTube: CPM Tinggi, Tapi Butuh Usaha Ekstra
YouTube membayar melalui Google AdSense, dengan pendapatan utama dari iklan (CPM: Cost Per Mille, biaya per 1.000 tayangan). Di 2025, rata-rata CPM YouTube berkisar antara $0,5–$10 (Rp7.500–Rp150.000), tergantung niche, lokasi audiens, dan engagement. CPM YouTube. Niche seperti teknologi AI atau keuangan sering punya CPM lebih tinggi. Niche yang cuan.

  • Contoh: Dengan 1.000 tayangan dari audiens AS, kamu bisa dapat $5–$10. Untuk Shorts, bayaran lebih rendah ($0,01–$0,05 per 1.000 tayangan), tapi potensi viral lebih besar. Monetisasi Shorts.
  • Lainnya: YouTube Premium membagi pendapatan langganan berdasarkan watch time, sementara Super Chat, Super Stickers, dan keanggotaan kanal menambah cuan. Super Chat.
  • Pajak: YouTube memotong pajak (bisa 10–30% untuk non-AS), dan pembayaran dilakukan bulanan via AdSense. Pajak YouTube.

Facebook: Variasi Monetisasi, Tapi CPM Lebih Rendah
Facebook menawarkan iklan in-stream, Reels, Stars ($0,01 per Star, sekitar Rp158), dan Performance Bonus (hanya undangan). Fitur Bintang. Estimasi CPM untuk iklan in-stream berkisar $0,01–$0,03 per tayangan (Rp150–Rp450), jauh lebih rendah dari YouTube, tapi Stars dan langganan penggemar bisa menambah pendapatan. Monetisasi Reels.

  • Contoh: 1.000 tayangan Reels bisa menghasilkan $20 (Rp300.000), tapi Stars dari live streaming bisa menambah hingga ribuan dolar jika audiens aktif. Streaming Facebook.
  • Pembayaran: Via transfer bank atau PayPal, dengan potongan pajak sesuai negara. Pembayaran Facebook.
  • Keunggulan: Facebook Content Monetization hub (2025) menyatukan semua opsi, memudahkan pelacakan pendapatan. Facebook Content Monetization.

Rasa Manis Dolar: YouTube menawarkan CPM lebih tinggi, tapi syaratnya berat dan risiko demonetisasi besar. Facebook lebih mudah diakses, dengan variasi monetisasi, tapi pendapatan per tayangan lebih kecil. Perbandingan monetisasi.

Viewer dan Subscriber: Siapa yang Menang?

YouTube: Fokus pada Watch Time dan Loyalitas
YouTube mengutamakan watch time (4.000 jam untuk YPP) dan subscriber (minimal 1.000). Watch time YouTube. Algoritma YouTube menyukai konten panjang (8–15 menit) yang menahan penonton, dengan Shorts sebagai penarik audiens baru. Algoritma YouTube. Audiens YouTube cenderung lebih spesifik, mencari konten mendalam seperti tutorial atau vlog. Konten edukasi.

Facebook: Jangkauan Luas, Engagement Cepat
Facebook hanya butuh 500 pengikut dan fokus pada menit tonton (60.000 menit), lebih mudah dicapai karena basis penggunanya lebih besar (miliaran pengguna harian). Jangkauan audiens. Reels dan Stories cocok untuk konten pendek yang viral, dan Grup Facebook memungkinkan interaksi komunitas yang kuat. Reels dan Stories.

Perbedaan: YouTube membutuhkan audiens yang loyal dan waktu tonton lama, sementara Facebook unggul dalam jangkauan cepat dan interaksi kasual. Engagement YouTube vs Engagement Facebook.

Mana yang Lebih Manis di 2025?

YouTube seperti lomba lari maraton: butuh stamina, konsistensi, dan konten berkualitas tinggi untuk cuan besar, tapi sekali berhasil, dolarnya terasa manis. Strategi YouTube 2025. Facebook, di sisi lain, seperti lari cepat: lebih mudah dimulai, dengan banyak cara untuk cuan (Stars, Reels, langganan), tapi pendapatan per tayangan cenderung lebih kecil. Strategi Facebook 2025.

Tips untuk Kreator:

  • YouTube: Fokus pada niche spesifik (misalnya, teknologi AI) dan tambahkan sentuhan manusiawi pada konten AI. Gunakan TubeBuddy untuk analisis kata kunci.
  • Facebook: Manfaatkan Reels dan Stories untuk menarik audiens cepat, dan aktifkan Stars untuk live streaming. Fitur Bintang.
  • Kombinasi: Posting Shorts di YouTube untuk menarik subscriber, lalu bagikan Reels serupa di Facebook untuk jangkauan maksimal. Kombinasi platform.

Emosi di Baliknya: YouTube menawarkan kepuasan jangka panjang, seperti menanam pohon yang berbuah lebat. Facebook memberi kepuasan instan, seperti panen cepat tapi kecil. Pilih yang sesuai dengan ceritamu—atau rangkul keduanya. Kisah kreator.

Di akhir hari, “rasa manis dolar” bukan hanya soal angka di rekening, tapi tentang bagaimana kamu membawa ceritamu ke dunia. YouTube atau Facebook—mana yang akan jadi panggungmu? Masa depan kreativitas.

-(G)-

Tinggalkan Balasan

Pinned Post

View All